Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) setiap tahun merilis laporan tentang konflik agraria yang terjadi di Indonesia. Pada periode 2010-2014 menunjukkan peningkatan. Jika di tahun 2010 terdapat sedikitnya 106 konflik agraria di berbagai wilayah Indonesia, kemudian naik empat kali lipat lebih pada tahun 2014, yaitu sebanyak 472 konflik agraria di Indonesia. Tahun 2015 turun menjadi 252 konflik, kemudian naik drastis pada tahun 2016 sebanyak 450 konflik agraria.
KPA mencatat pada tahun 2016, konflik agraria terjadi karena: (1) pada aras (red: tingkat) regulasi tidak terjadi perubahan paradigma dalam memandang tanah dan sumber daya alam, tanah dan SDA masih dipandang sebagai kekayaan alam yang harus dikelola oleh investor skala besar baik nasional masupun asing; (2) korupsi dan Kolusi dalam pemberian konsesi tanah dan sumber daya alam; (3) belum berubahnya aparat pemerintah khususnya kepolisian, pemda dalam menghadapi konflik agraria di lapangan.
Pendekatan kekerasan dan prosedur yang melampui batas masih sering dilakukan. Kondisi demikian tentu menjadi alasan mengapa sepanjang tahun 2016, konflik agraria, baik dari segi jumlah, luasan, maupun korban masih tercatat tinggi.